Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Belajar Belanja di Jepang

Apa sih definisi laki-laki yang paling tegar itu? Kalau saya, laki-laki tegar itu adalah mereka yang betah menemani istrinya belanja. Dan, saya rasanya tidak akan masuk kategori ini.

Para istri kadang memang aneh ya. Saat mau beli sesuatu semua toko yang jualan di cek. Tapi tak juga melakukan transaksi. Dan bagian paling menyesakkannya adalah saat belanjanya justeru di toko paling pertama yang didatangi. Ini sudah mutar-mutar dari tadi loh pake kaki.

Saya sekali menemani istri saya belanja dan setelah itu tidak mau lagi. Dia pun tidak ingin lagi ditemani, katanya tidak sabaran. Mungkin bagi ibu-ibu, belanja ini punya semacam kenikmatan tersendiri ya. Bahagia sekali rasanya jika mereka bisa membeli barang yang harganya cuma beda beberapa ratus atau ribuan dari toko sebelah. Alasannya, ya iya kalau beli satu, tapi kalau beli banyak?

Saat PPDS, istri saya paling tahu dimana toko yang murah kalau beli susu buat anak, beli sabun, gula dan lainnya. Nah kalau beli ikan murah dimana, ayam juga. Bumbu dapur dan segala macamnya. Saya kadang bingung, kalau bisa dibeli sekalian di satu tempat kenapa harus pindah-pindah penjual ya. Tapi sudahlah, soal satu ini logikanya lebih rumit dari siklus krebs dalam biokimia.

Nah, akhirnya setiap belanja bulanan misalnya ke mall, saya cuma mengantar istri saya sampai depan pintu supermaketnya. Kami berpisah, dan setelah itu saya pergi ke tempat yang lain. Biasanya nongkrong di toko buku, nitip pesan, nanti telpon kalau sudah kelar.

Suatu ketika, saat belanja bulanan, ritualnya sama. Dia ke supermaket, saya ke Gramedia di mall itu. Nyari-nyari dan baca-baca buku bagus. Dan hari itu nemu buku yang bagus sekali, saya larut membaca buku itu disana. Sejaman lebih akhirnya capek. Dan kayaknya sudah saatnya pulang ini.

Sampai di rumah bikin kopi, putar TV, ada acara talk show yang menarik. Baru nonton sedikit. Tidak lama kemudian. Telpon berdering. Saya menepok jidat. Ternyata saya lupa kalau tadi itu nganter istri belanja. Lupa kalau dia masih di mall.

"Tunggu dek, tadi cari bukunya di mall yang lain soalnya."

Langsung ambil kunci motor, dan melesat pergi. Tamalanrea-Panakukang, 6 atau 7 kilometeran ya. Saya berusaha melarikan motornya kencang-kencang, sayang Shogun tua kami dulu cuma maksimal 60 km/jam. Tapi yang penting sampai. Di depan bangku-bangku setelah membayar, saya lihat wajahnya sudah ditekuk. "Kok lama sekali?"

Kisah tentang saya pernah lupa saat mengantar di mall itu, mungkin butuh setahunan untuk saya berani cerita ke istri. Ndak bisa bayangkan kalau diceritakan saat itu. 

Tapi bersyukur, punya istri seperti dia, jadi tahu caranya survive. Apalagi jaman itu waduh, gaji PNS, kadang bulan belum juga habis, saldo tabungan sudah tidak bersahabat. Pelajaran pentingnya bagi kami mungkin adalah dengan menghargai, menghemat uang walaupun "receh", maka saat membeli sesuatu pasti dilakukan dengan sangat cermat. Sedapat mungkin membeli sesuatu yang dibutuhkan bukan hanya karena ingin.

Saat dia izin mau beli mobil, saya tanya ini butuh atau cuma pengen. Katanya butuh untuk praktek, wara-wiri di dua rumah sakit dan sesekali dipake pulang nengok orang tua di Jakarta, ya sudahlah. Dan ternyata saat minta izin itu, mobilnya malah sudah di-indent. Pintar dia, kalau saya bilang tidak, kan mobilnya sudah dipesan, gimana dong. Hahaha.

Dan di Jepang, ya akhirnya saya belajar mempraktekkan cara istri saya ini. Belanja telur hari minggu di supermaket di depan apato, cuma 100-an yen. Teman saya ngajari, kan cuma bisa beli selusin saat belanja, nah datang saja pagi dan agak malam, kan kasirnya beda. Hehehe. Kalau beli ikan jam 5-an di toko ikan juga dekat apato, dapat diskon gede. Dan banyak lagi lainnya. Ah kok soal belanja saja, malah jadi kangen istri ini. See u soon.

(Kanazawa, 011216)