Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Are You Crazy Ken??

Saya selalu kagum dengan mereka yang berani memilih dalam hidupnya. Beberapa tahun yang lalu, di Sumba saya pernah menemukan itu. Berjumpa dengan seseorang yang bagi saya sangat luar biasa. Kenneth Welch, 65 tahun, orang amerika, advisor saya. Dia pensiunan dari SC. Johnson Company, perusahaan multinasional yang memproduksi obat nyamuk dan pembasmi serangga lainnya. Kita mungkin sudah familiar dengan merek Baygon atau Autan, itu adalah salah satu produk mereka.

Beliau ini adalah ahli di bidang "chemical environment", dan saat itu di Sumba kami sedang belajar bagaimana mengontrol vektor malaria dengan menggunakan dosis minimal dari insektisida untuk menghindari semakin meningkatnya resistensi pada nyamuk. Dan itu membutuhkan bantuan beliau dalam pengoperasian sebuah alat untuk mengukur kadar insektisida yang dilepaskan oleh obat nyamuk di udara.

Seorang tua yang masih mau terbang keliling separuh bumi, dari Chicago lalu datang ke tempat seperti Sumba, betapa mengagumkannya. Katanya, dia cuma ingin menjaga dan memanfaatkan otaknya agar tidak cepat atrofi.

Bagian paling menarik dari kisahnya adalah saat dia membuat pilihan yang rumit katanya, memilih menjadi ilmuwan. Ya, sebelum menjadi ilmuwan, dia adalah seorang pilot pesawat angkut militer yang lebih besar dari Hercules. Betapa prestisiusnya profesi itu di masanya. Saat beliau bercerita pilihannya pindah profesi dari pilot ke scientist, saya spontan berkata, "Are you crazy, Ken?". Ya, dari pilot lalu bersusah-susah belajar lagi hanya untuk menjadi seorang ilmuwan.

Dia mengaku, dunianya nampaknya bukan di udara. Dia tidak betah dengan rutinitas yang setiap saat dijalaninya. Dia ingin mencari suasana dan hal baru. Saat punya niat untuk mundur, atasannya pun memberinya waktu satu tahun untuk melakukan apa saja dan setelah itu kembali lagi jadi pilot.

Namun akhirnya ia memutuskan kembali ke bangku kuliah, mengambil master dan Ph.D di bidang kimia lingkungan. Katanya di sanalah "passion-nya". Dia merasa menemukan hidupnya kembali disana dengan berpikir. Bekerja beberapa lama di EPA, semacam lembaga yang mengurusi lingkungan di Amerika, lalu bergabung ke SC Johnson. Melanglang buana ke berbagai belahan dunia, tempat-tempat dimana pabrik SC Johnson berada, itu menyenangkan baginya.

Dalam hidupnya ia telah meraih segala hal. Punya keluarga, rumah, lebih dari cukup tabungan untuk menikmati segala kenyamanan hidup. Tapi, pesannya pada saya, hidup bukan cuma soal menikmati dan menerima sesuatu. Seperti dia, kebahagiaan terbesarnya adalah memberi. Membuat hidupnya tetap punya manfaat bahkan hingga usia menjelang senja seperti ini. Orang diciptakan selalu punya tujuan, katanya.

Saya terpukau dengan pak Ken, tanpa sadar ia mengajarkan bahwa setiap orang harus mengikuti kata hatinya. Kebahagiaan tak serta merta diukur dengan prestise dan uang berlimpah. Saya tak mengatakan hal itu tak penting, tapi poin-nya adalah setiap orang harus menemukan "surganya" pada setiap hal yang dilakukannya, bukan karena terpaksa.

Ah, betapa menyenangkannya berjumpa orang-orang luar biasa dan belajar dari mereka. Tahu tidak saya bilang apa sama pak Ken, suatu ketika saya akan mengunjungi anda ke Chicago. Dia tersenyum dan berkata, "Saya akan menunggu". Hihihihi.

(Kanazawa, 030216)