Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Jangan jadi Bodoh dengan Informasi Kesehatan di Internet

Saat ini orang sudah bisa menjadi “dokter” untuk dirinya sendiri, kelakar seorang kawan suatu ketika. Kalau sakit tinggal google saja, maka semua informasi tentang penyakit itu akan seketika tersaji. Internet jadi seperti “lampu ajaib” yang bisa menyediakan informasi apa pun yang kita inginkan. Namun seperti kata Prof Zubairi Djoerban, guru besar dari FKUI dalam artikelnya “Pasien di era Internet” yang dimuat di Republika, 6 juli 2015, internet seperti pedang bermata dua terkait informasi kesehatan. Anda bisa terbantu dengan informasi yang diperoleh dari sana untuk misalnya memutuskan tindakan medis yang akan dilakukan, namun disisi lain, juga bisa malah jadi bingung dengan begitu banyaknya informasi yang tersedia. Bisa-bisa malah tersesat jika informasi kesehatan yang didapatkan tidaklah benar.

Prof Zubairi dalam artikelnya diatas, mengutip sebuah penelitian yang dilakukan Abelhard dan Obst pada tahun 1999 dengan hasil yang sangat mencengangkan, lebih dari separuh dari situs-situs kesehatan yang ada di internet kesahihan informasinya tidak bisa dipercaya. Contoh lain, sebuah studi yang lebih baru dilakukan oleh Chung dan kawan-kawan pada tahun 2012, terkait dengan rekomendasi untuk tidur yang aman pada bayi. 

Asosiasi dokter anak Amerika (The American Academy of Pediatrics /AAP) telah mengeluarkan panduan untuk mengurangi resiko kematian bayi saat tertidur yang dikenal dengan “sudden infant death syndrome (SIDS)” baik karena tercekik atau gangguan lain yang terkait dengan kecelakaan pada bayi saat tertidur. Hasilnya mengejutkan, hanya 43,5% dari 1300 website yang diperiksa yang isinya sesuai rekomendasi AAP, 28,1% memberikan informasi yang tidak akurat dan 28,4% informasinya secara medis sama sekali tidak relevan. Nah, hasil penelitian seperti ini dan banyak penelitian lainnya membuat kita harus berhati-hati.

Tentu saja ini situs yang memang berisi informasi dan tindakan medis ya. Kalau ada situs yang judulnya misalnya seperti ini, (Saya coba-coba melakukan pencarian dengan kata kunci “obat stroke” dan “kanker serviks” di internet), “Obat stroke mujarab, satu jam bisa berdiri” atau “Obat kanker serviks stadium IV, terbukti ampuh”. Situs seperti itu sebaiknya dilupakan saja.

Bukan saya anti dengan obat alternatif atau produk herbal ya, tapi seperti kata Prof. Zubairi dalam artikelnya diatas bahwa sebagai penunjang boleh-boleh saja menggunakan obat herbal. Tapi tentu saja agak keliru jika kemudian obat alternative atau produk herbal tersebut sudah diiklankan punya efek klinis yang luar biasa padahal belum punya cukup bukti ilmiah empiris lewat penelitian. Apalagi jika nantinya produk herbal tersebut dianggap bisa menggantikan terapi yang diberikan oleh dokter. Dan pada artikel ini saya tidak ingin fokus pada obat alternatif, produk herbal atau suplemen semacam itu.

Lalu dengan sangat masifnya informasi kesehatan yang bisa kita dapatkan, bagaimana cara menentukan apakah sebuah informasi layak dipercaya atau tidak? Nah, ada beberapa panduan yang bisa digunakan untuk melakukan penilaian secara kritis agar kita tidak keliru mengambil, menggunakan atau menyebarkan informasi kesehatan yang kurang benar.

Kredibilitas Situs Kesehatan

Hal pertama yang harus dilakukan adalah melakukan penilaian atas suatu situs kesehatan. Apakah organisasi atau orang yang membuat situs itu cukup terpercaya? Apakah mereka memang punya keahlian memadai saat bicara soal kesehatan? Terkait dengan informasi kesehatan secara medis, maka untuk mudahnya, situs-situs dari institusi pendidikan yang terpercaya, lembaga kesehatan yang dimiliki pemerintah, organisasi profesi semacam IDI dan perhimpunan spesialistik di bawahnya seperti Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) dan lainnya serta individu yang memang ahli di suatu bidang, mungkin bisa kita tempatkan di prioritas  yang lebih tinggi.

Kedua, sumber pendanaan situs tersebut. Ada beberapa situs yang didanai secara mandiri oleh organisasi, institusi pendidikan, individu dan tujuan utamanya memang tidak mencari profit. Jika ada sponsor pada suatu situs kesehatan, maka kita harus lebih kritis membaca informasi kesehatan yang ditayangkannya. Selalu ada kemungkinan situs tersebut akan bias saat memuat suatu informasi. Usahakan mencari sumber informasi yang lebih netral jika tersedia. Situs yang cukup bagus biasanya akan menjelaskan siapa mereka, apa tujuan situs itu ada dan juga kontak yang bisa dihubungi. Coba cari di bagian “About us” pada situs tersebut.

Ketiga bagaimana informasi kesehatan tersebut dituliskan. Jika informasinya tidak berasal dari situs itu maka seyogyanya dicantumkan link atau mungkin sitasi atas referensi yang digunakan agar pembaca bisa melakukan “cross check” atas informasi yang disampaikan. Jika ada yang mereview artikel itu sebelumnya, akan sangat bagus sekali jika keahlian reviewer dicantumkan. Kalau misalnya masalah TB Anak direview oleh dokter anak, pasti lebih terpercaya bukan.

Keakuratan Informasi

Setelah kita memastikan bahwa situs kesehatan tersebut cukup layak dipercaya, netral dan tidak punya “conflict of interest”, selanjutnya adalah melakukan penilaian atas informasi yang ditayangkan di dalamnya. Bagaimana cara melakukan penilaian?

Pertama, informasi tersebut harus bisa dipastikan apakah valid atau tidak. Hal ini bisa dinilai dari ada tidaknya bukti ilmiah yang mendukung informasi kesehatan yang disampaikan, tidak semata opini penulisnya. Bahasa kedokterannya, informasi itu harus punya Evidence Based Medicine (EBM) dan rujukannya pada publikasi suatu hasil penelitian dalam jurnal yang kredibel. Atau setidaknya informasi tersebut disampaikan oleh pakar yang memang ahli di bidang itu. Dan tentu saja saat seorang pakar yang baik memberikan pendapat tentang suatu masalah kesehatan, maka pastilah dia punya dasar ilmiah. Sedapat mungkin  referensi yang dirujuk oleh informasi kesehatan itu juga dituliskan agar pembaca bisa menelusuri dan melakukan verifikasi.

Penilaian kritis terhadap suatu referensi sangat penting dilakukan karena tidak semua  hasil penelitian bisa dipercaya. Bagi orang awam tentu saja hal ini mungkin agak sulit karena membaca hasil penelitian kadang tidak semudah membaca buku biasa. Menilai apakah suatu jurnal cukup layak dijadikan referensi atau tidak, membutuhkan penguasan pengetahuan metodologi penelitian yang cukup. Pertanyaan tentang apakah desain penelitian yang dilakukannya sudah tepat? Jumlah sampel yang digunakan cukup? Faktor-faktor perancu dan bias dalam penelitian itu bisa dikontrol? Apakah analisis statistik yang digunakan sudah benar? Kesimpulan yang diambil sudah sesuai? Nah setidaknya pertanyaan serupa ini penting dijawab terlebih dahulu untuk melakukan penilaian atas suatu referensi.

Selain itu, referensi dalam jurnal, biasanya bahasanya sangat teknis medis,  data-data hasil penelitian yang disajikan pun membutuhkan kemampuan statistik untuk memahaminya. Kita harus memastikan bahwa reviewer artikel-artikel tersebut benar-benar punya kemampuan keilmuan yang cukup untuk melakukan penilaian diatas sebelum kita langsung merujuk pada orang tersebut. Namun jika memang punya kemampuan alangkah baiknya kalau bisa membuat penilaian juga dan tidak serta merta menelan isi sebuah situs mentah-mentah.

Kenapa membaca sumber primer penting? Ya, harus diingat bahwa jika sumber yang kita baca adalah dari review orang terhadap sekumpulan artikel ilmiah lalu dibuat artikel, maka boleh jadi ada bias atau kekeliruan tafsir yang terjadi didalamnya. Dan ini kerap terjadi pada beberapa media umum yang tidak hati-hati menyajikan informasi kesehatan. Tentu saja mereka bisa mendapatkan informasi yang sangat bagus dari berbagai sumber, tapi karena terkadang jurnalisnya tidak mempunyai latar belakang ilmu kedokteran atau ilmu kesehatan lainnya, sehingga sering sekali ada misinterpretasi terhadap informasi tersebut.

Kedua, jika boleh informasi yang dibaca tersebut adalah informasi yang terbaru. Ilmu kedokteran berkembang sangat cepat. Selalu ada hal-hal baru yang ditemukan setiap harinya. Jika kita menemukan informasi kesehatan yang berasal dari publikasi beberapa tahun silam, alangkah lebih baiknya jika kemudian mencari informasi terkini. Kebaruan informasi kesehatan ini menjadi sangat penting dan dapat digunakan untuk menilai apakah sebuah situs cukup baik atau tidak. Situs kesehatan yang baik adalah situs yang secara berkala meng-update informasi yang ditayangkan sehingga pembaca selalu mendapat informasi paling baru.

Terakhir, tampilan situs kesehatan tersebut juga penting, jika dalam suatu situs, informasi kesehatannya ditampilkan dengan bahasa yang kurang baik, banyak kesalahan penulisan terhadap istilah medis yang digunakan dan amburadul disana-sini, ini juga bisa jadi tanda bahwa situs tersebut kurang layak dipercaya karena dibuat secara asal-asalan. Walapun bahasanya diusahakan bisa dipahamai oleh publik, namun sedapat mungkin akurasi penulisan harus terjaga.

Hati-hati !

Nah, ada beberapa tanda dimana kita harus menjadi sangat berhati-hati saat membaca informasi dari suatu situs kesehatan. Pertama, jika informasi yang ditayangkan tidak jelas sumbernya atau tidak jelas penulisnya siapa. Dalam keadaan ini tentu saja sangat susah untuk melakukan verifikasi apakah informasi yang  dituliskan di dalamnya benar atau tidak. Bisa jadi cuma semacam “hoax” yang diberi embel-embel kata ilmiah.

Kedua, jika terdapat “conflict of interest” seperti yang sudah dijelaskan di awal. Jika ada suatu situs kesehatan yang juga menjual produk maka cenderung akan muncul bias dalam informasi yang ditayangkan. Situs seperti itu cenderung akan mempengaruhi pembaca untuk sepakat atau membeli produk yang dijual atau produk yang berasal dari sponsor situs tersebut. Ingat kalau bisa, ambil informasi dari situs yang lebih netral.

Ketiga, tanggal dimana informasi itu dipublikasikan. Jika ada situs yang suka menggunakan informasi dari referensi-referensi yang sudah lama sekali padahal ada informasi yang lebih baru maka situs seperti itu kurang baik dijadikan sumber referensi.

Keempat, selalu skeptis dengan judul yang bombastis seperti “pengobatan ajaib”, “formula ampuh” atau “hasil yang sangat luar biasa”. Kebanyakan situs kesehatan yang kurang baik serupa ini, apalagi tidak disertai bukti ilmiah dan lebih mengandalkan testimoni yang subjektif, sebaiknya dihindari.

Demikian beberapa hal yang semoga bisa dijadikan panduan sederhana dalam memilih dalam memilah informasi kesehatan dari internet. Jika pun kemudian saat anda membaca informasi tersebut dan masih tetap bingung, sebaiknya berkonsultasilah dengan dokter yang anda percaya agar tidak salah  memaknai sebuah informasi. Semoga tetap sehat selalu.

Sumber bacaan:
  1. Zubairi Djoerban. Pasien Era Internet. http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/07/06/nr294j31-pasien-di-era-internet
  2. How to evaluate  information on the internet: question and answer. https://ods.od.nih.gov/Health_Information/How_To_Evaluate_Health_Information_on_the_Internet_Questions_and_Answers.aspx
  3. Chung et all. Safe infant sleep recommendations on the Internet: let's Google it. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22863258