Seorang mahasiswa yang sudah berumur, kembali duduk di bangku laboratorium. Dari pagi hingga petang. Dengan tekun memelihara kultur sel lepra. Memberinya perlakuan, lalu mengamatinya dengan teliti. Bahkan untuk itu dia harus tinggal sampai malam di sana. Ah biasa saja, bukankah itu sudah tugasnya.
Tapi jika mahasiswa tersebut dulunya adalah mantan kepala bagian Faal, pernah dua periode jadi wakil dekan di fakultas saya, maka itu bukan hal yang biasa. Beliau, mewakili suatu "anomali".
Ya, itulah kesan yang saya tangkap saat berkunjung ke Kitasato University beberapa saat yang lalu, berjumpa dengan beliau beserta beberapa adik yang juga sedang bersekolah di tempat yang sama. Ada yang mengambil master dan ada juga yang sedang dalam pendidikan doktoralnya. Dan beliau sendiri sedang menjalani program post doktoral.
Kitasato Medical School, sekedar informasi, ini adalah salah satu centre pendidikan dokter yang dianggap bagus di Jepang, bersaing dengan Keio Medical School di Tokyo. Dan tahun lalu, salah seorang professor dari universitas ini mendapatkan nobel di bidang kedokteran atas penemuannya, Ivermectin, yang telah berjasa memerangi kebutaan, "river blindness" karena infeksi cacing onchocerca di Afrika dan secara luas juga digunakan mengobati filariasis.
Dokter Irfan Idris, saya kira semua mengenal beliau bukan? Setidaknya yang pernah sekolah di FKUH dan pernah mengambil mata kuliah faal. Dulu zaman saya kuliah faal, beliau menjadi semacam dosen "sapu jagat". Pernah hampir semua topik dalam satu semester beliau yang mengajar, para senior dosen yang lain saat itu telah teramat sibuk. Kita tahu, dari faal banyak orang hebat yang lahir.
Saat berkunjung ke Kitasato, saya sempat bertanya, kok dokter masih mau menyibukkan diri dengan kerja-kerja seperti ini, meninggalkan keluarga di Indonesia. Kalau orang lain dan mungkin di posisi seperti dokter, bisa jadi mereka tak akan mau lagi mengerjakan hal-hal yang mungkin bisa disuruhkan pada "research asisstant".
Namun jawabannya mengagetkan, saat itu kami sambil ngopi di kantin fakultas. Dia justeru senang dan bahagia katanya, kembali ke habitatnya, dunia penelitian. Tidak lagi harus selalu sakit kepala setiap hari selama 10 tahun sebelumnya. Wakil dekan II, mungkin adalah salah satu pekerjaan terberat di fakultas kedokteran, apalagi fakultas kedokteran itu adalah salah satu yang terbesar di Indonesia. Gaji dan honor terlambat dibayar, mana WD II? Ada ruangan dan fasilitas lain yang rusak, mana WD II? Listrik tidak nyala, mana WD II? Hahaha.
Kembali menekuni penelitian seperti kembali ke rumah. Mungkin ini adalah passion beliau yang sesungguhnya hingga tak sungkan menempatkan diri serupa mahasiswa lain dalam lab itu, mengerjakan segala hal sendiri. Mulai dari mempersiapkan alat dan bahan, melakukan percobaannya hingga mencuci sendiri alat-alat yang telah digunakan.
Di sana juga katanya beliau melakukan "trial and error", orang sekaliber beliau pun terkadang banyak melakukan kesalahan, mengulanginya berkali-kali hingga berhasil. Beliau kebetulan sedang meneliti kandidat vaksin untuk lepra. Makanya kadang juga dia harus tinggal sampai malam di lab, untungnya apato dan labnya cuma berjarak sekitar 15 menit.
Saya teramat kagum dengan senior ini. Dr. Irfan bukan tipikal orang yang banyak bicara dan memberi petuah, tapi dia mengajar kita lewat contoh. Sama dengan apa yang dilakukannya sekarang di Kitasato. Mungkin beliau ingin memberi pesan bagi kita yang masih muda, jangan malas-malas dan banyak mengeluh, apa tidak malu sama saya. Hehehe.
Ah terima kasih banyak dok, atas sambutan dan perbincangan hangatnya saat saya kemarin berkunjung ke Kitasato, juga untuk traktiran makan malamnya. Semoga tetap sehat dan bisa segera pulang ke kampus untuk mengabdi serta memberi inspirasi bagi kami semua. Salam dari Kanazawa.
Tapi jika mahasiswa tersebut dulunya adalah mantan kepala bagian Faal, pernah dua periode jadi wakil dekan di fakultas saya, maka itu bukan hal yang biasa. Beliau, mewakili suatu "anomali".
Ya, itulah kesan yang saya tangkap saat berkunjung ke Kitasato University beberapa saat yang lalu, berjumpa dengan beliau beserta beberapa adik yang juga sedang bersekolah di tempat yang sama. Ada yang mengambil master dan ada juga yang sedang dalam pendidikan doktoralnya. Dan beliau sendiri sedang menjalani program post doktoral.
Kitasato Medical School, sekedar informasi, ini adalah salah satu centre pendidikan dokter yang dianggap bagus di Jepang, bersaing dengan Keio Medical School di Tokyo. Dan tahun lalu, salah seorang professor dari universitas ini mendapatkan nobel di bidang kedokteran atas penemuannya, Ivermectin, yang telah berjasa memerangi kebutaan, "river blindness" karena infeksi cacing onchocerca di Afrika dan secara luas juga digunakan mengobati filariasis.
Dokter Irfan Idris, saya kira semua mengenal beliau bukan? Setidaknya yang pernah sekolah di FKUH dan pernah mengambil mata kuliah faal. Dulu zaman saya kuliah faal, beliau menjadi semacam dosen "sapu jagat". Pernah hampir semua topik dalam satu semester beliau yang mengajar, para senior dosen yang lain saat itu telah teramat sibuk. Kita tahu, dari faal banyak orang hebat yang lahir.
Saat berkunjung ke Kitasato, saya sempat bertanya, kok dokter masih mau menyibukkan diri dengan kerja-kerja seperti ini, meninggalkan keluarga di Indonesia. Kalau orang lain dan mungkin di posisi seperti dokter, bisa jadi mereka tak akan mau lagi mengerjakan hal-hal yang mungkin bisa disuruhkan pada "research asisstant".
Namun jawabannya mengagetkan, saat itu kami sambil ngopi di kantin fakultas. Dia justeru senang dan bahagia katanya, kembali ke habitatnya, dunia penelitian. Tidak lagi harus selalu sakit kepala setiap hari selama 10 tahun sebelumnya. Wakil dekan II, mungkin adalah salah satu pekerjaan terberat di fakultas kedokteran, apalagi fakultas kedokteran itu adalah salah satu yang terbesar di Indonesia. Gaji dan honor terlambat dibayar, mana WD II? Ada ruangan dan fasilitas lain yang rusak, mana WD II? Listrik tidak nyala, mana WD II? Hahaha.
Kembali menekuni penelitian seperti kembali ke rumah. Mungkin ini adalah passion beliau yang sesungguhnya hingga tak sungkan menempatkan diri serupa mahasiswa lain dalam lab itu, mengerjakan segala hal sendiri. Mulai dari mempersiapkan alat dan bahan, melakukan percobaannya hingga mencuci sendiri alat-alat yang telah digunakan.
Di sana juga katanya beliau melakukan "trial and error", orang sekaliber beliau pun terkadang banyak melakukan kesalahan, mengulanginya berkali-kali hingga berhasil. Beliau kebetulan sedang meneliti kandidat vaksin untuk lepra. Makanya kadang juga dia harus tinggal sampai malam di lab, untungnya apato dan labnya cuma berjarak sekitar 15 menit.
Saya teramat kagum dengan senior ini. Dr. Irfan bukan tipikal orang yang banyak bicara dan memberi petuah, tapi dia mengajar kita lewat contoh. Sama dengan apa yang dilakukannya sekarang di Kitasato. Mungkin beliau ingin memberi pesan bagi kita yang masih muda, jangan malas-malas dan banyak mengeluh, apa tidak malu sama saya. Hehehe.
Ah terima kasih banyak dok, atas sambutan dan perbincangan hangatnya saat saya kemarin berkunjung ke Kitasato, juga untuk traktiran makan malamnya. Semoga tetap sehat dan bisa segera pulang ke kampus untuk mengabdi serta memberi inspirasi bagi kami semua. Salam dari Kanazawa.
(Kanazawa, 190116)