Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Quo Vadis Dokter Umum?

"Mengapa ya sedikit sekali bahkan nyaris tidak ada dokter umum yang menjadi pembicara atau instruktur dalam seminar atau course klinis yang pesertanya justeru dokter umum?". Pertanyaan tersebut sangat menggelitik, saat beberapa malam yang lalu saya berbincang-bincang dengan seorang senior dokter lewat messenger chat. Kebetulan beliau dokter umum juga dan kini tengah mendalami "functional medicine". Sebuah wilayah baru dalam terapi yang coba menghubungkan temuan-temuan dalam riset dasar ilmu kedokteran dengan terapi suatu penyakit.

Namun bukan topik itu yang sebenarnya kami perbincangkan. Diskusinya lebih banyak ngalor ngidul tentang DLP yang lagi heboh di luar sana. Beliau berada pada posisi yang sama tidak sepakat dan lebih memilih perbaikan proses pendidikan yang ada saat ini.

Ketimbang menulis-nulis soal DLP, saya justeru lebih tertarik dengan pertanyaan yang diajukannya itu diatas. Ini mungkin sebuah kenyataan yang umum terjadi. Dalam kegiatan CPD dan CME yang dilakukan untuk dokter umum yang bekerja di layanan primer, saat sampai pada aspek klinis maka yang jamak kita temui pembicara atau instrukturnya adalah para spesialis. Dari segi keilmuan mungkin tak ada yang salah, tapi saat bicara konteks pelayanan tentu saja agak sedikit berbeda. Saya kira kita sudah paham benar apa beda kharakteristik layanan kesehatan di tingkat primer dan sekunder bukan? Kecuali kalau kita menganggap aspek kuratif adalah hal yang lebih penting dari yang lainnya.

Secara sekilas di Indonesia, terasa sekali ada stratifikasi keilmuan bahwa keilmuan spesialis lebih tinggi dari dokter umum. Itu mungkin benar untuk ilmu yang sangat spesifik. Padahal jika kita buka-buka portal jurnal kedokteran misalnya lewat science direct atau scopus, ketik misalnya "Primary Health Care" maka akan muncul banyak sekali informasi penelitian seputar keilmuan di layanan primer, dan itu tidak ditulis dokter spesialis tapi dokter umum. Belum lagi untuk buku-buku yang terkait dengan layanan kesehatan di tingkat primer. Dalam kegiatan-kegiatan CPD dan CME yang dilakukan di luar negeri pun umumnya diisi oleh para "General Practitioner (GP)" yang dianggap ahli di suatu bidang namun tetap dalam konteks layanan primer.

Kalau di luar negeri terlalu jauh, sebagai perbandingan mari ambil contoh yang lebih dekat yang dilakukan kawan-kawan perawat. Beberapa saat yang lalu ada teman-teman perawat di Makassar yang membuat semacam "short course" tentang perawatan luka. Terus ada yang nyeletuk, kok tidak undang dokter bedah?. Lah ini kan tentang "merawat" luka. Toh kalau kompetensi "merawat" dalam hemat saya tentu saja kawan-kawan perawat jauh lebih mahir. Ada beberapa dari mereka yang telah punya pengetahuan dan pengalaman lebih dan saya kira mereka pantas mengajarkannya itu pada yang lain. Dan saya kagum bahwa mereka punya kepercayaan diri untuk itu.

Apakah sinyalemen senior dokter di diatas benar? Saya tidak berani mengambil kesimpulan karena saya percaya bahwa sebenarnya banyak dokter umum kita yang ahli di suatu bidang. Saat masih di Indonesia saya pernah ikut sebuah seminar tentang penanganan HIV AIDS yang dibawakan dengan sangat bagus oleh salah seorang senior dokter umum, walaupun konteksnya masih di rumah sakit. Dan saya kira masih banyak lagi yang seperti beliau.

Nampaknya ini semacam "lubang" yang harus segera dibenahi oleh perhimpunan yang membawahi dokter umum. Kalau misalnya selama ini argumen yang dibangun , "Kalau ada DLP lalu siapa yang ngajar?". Nah hal yang sama juga terjadi sebenarnya dalam konteks CPD dan CME yang dilakukan untuk dokter umum, bukannya selama ini kebanyakan diajarkan bukan oleh GP. Di Indonesia saya kira belum ada yang akan merasa cukup percaya diri mengatakan bahwa dia adalah gambaran ideal seorang GP, atau dokter umum sehingga bisa mengajar dokter umum yang lain.

Terlepas dari ketidaksetujuan kita soal DLP ini, ada dua hal yang nampaknya bisa diadopsi dari konsep DLP. Pertama soal peningkatan keilmuan sehingga nantinya dokter umum kita bisa serupa GP di negara-negara lain. Kedua soal peningkatan kesejahteraan dan ini saya kira penting untuk menutup kesenjangan yang begitu besar dengan kawan-kawan spesialis. Semoga ada perbaikan segera. Amin.