Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Jadi Sansak di Jepang

Saat anda bersekolah atau bahkan dalam kehidupan saat ini, apa sih pengalaman terbaik yang anda ingat? Beberapa orang akan mengingat prestasi-prestasi mereka. Segala pencapaian yang melahirkan pujian dan sanjungan. Itu mungkin momen yang paling membahagiakan. Namun ada juga yang aneh saat bagian terbaik dalam hidup mereka adalah justeru saat kerja dan hasil kerja mereka dikritik habis-habisan. Dan mereka bisa survive melalui itu.

Aneh memang si Austin Kleon, penulis buku "Show Your Work" ini saat memberi judul pada salah satu bab bukunya. "Learn to Take a Punch". Katanya dalam hidup kita harus bersiap untuk segala hal baik, hal lucu bahkan hal buruk yang datang. Terkait dengan pekerjaan dan performance kita, kita tidak bisa mengatur seperti apa pandangan orang lain. Kita tidak bisa memilih seperti apa kritik mereka tapi kita bisa bebas memilih respon atasnya. Tentu saja kita ingin mendapatkan kritik yang membuat kita bertumbuh. Tapi kadang kita tidak selalu mendapatkan kemewahan itu.

Saya bisa bayangkan seorang kawan dalam diskusi beberapa saat lalu yang berkisah bagaimana dia merasa begitu direndahkan. Lulusan Master dari Australia dengan prestasi yang sangat baik. Namun setelah 8 bulan di Jepang, sang guru memberikan penilaian bahwa kualifikasinya ternyata tidaklah istimewa, cuma setingkat anak SMA di Jepang. Percobaan-percobaan yang gagal menjadi alasan, skill dan kemampuannya dalam laboratorium dengan serius dipertanyakan bahkan diancam akan dipulangkan ke Indonesia.

Bagaimana jika saya atau anda yang berada dalam situasi seperti ini. Ini bukan lagi kritik yang keras tapi sangat brutal. Tapi kawan itu alih-alih menyerah, dan marah, dia mengambil respon berbeda. Dia dengan tekun belajar meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dalam laboratorium. Membaca begitu banyak referensi, kembali berdiskusi dengan kolega dan gurunya dengan intens. Perlahan namun pasti ada perbaikan, data-datanya yang dihasilkan dari eksprimennya begitu baik, bisa dipublish di jurnal bergengsi dan penilaian sang guru dan kawan-kawannya pun berubah.

Kritik buruk bukanlah kiamat. Respon kitalah atasnya yang bisa menjadikan itu serupa kiamat atau tidak. Kalau merespon kritik buruk dengan putus asa dan frustrasi, pasti itu memang akan serupa akhir dunia. Saya sempat mengenal beberapa kawan yang lain, yang mungkin tidak tahan dengan kritikan dalam proses pendidikannya dan akhirnya lari. Padahal lari tidaklah selalu bisa menyelesaikan persoalan. Karena itu berarti saat masalah lain datang dalam hidupnya, dia akan mengulangi kebiasaannya yang sama, lari.

Tentu saja kita harus bisa memilah menerima “feedback” atas setiap kritikan yang datang. Berhati-hatilah dengan para “Troll” kata Austin Kleon. Troll adalah mereka yang sebenarnya tidak tertarik dengan perbaikan diri dan hasil kerja kita. Mereka cuma suka dengan agresif memprovokasi kita dengan bahasa yang kadang penuh kebencian. Pokoknya cuma bertujuan membuat kita kalau bisa tersinggung sehebat-hebatnya. Don’t Feed Them. Untuk golongan seperti ini, ilmu masuk telinga kanan keluar telinga kiri akan sangat bermanfaat. Jangan sekali-kali mengambil dan merespon apa yang mereka katakan secara personal kalau kita tidak ingin menderita. Saat capek, mereka akan pergi dan menghilang dengan sendirinya.

Ah, buku ini semakin menarik saja, terutama untuk kita-kita yang sedang belajar atau bekerja dan mungkin setiap hari dihadapkan pada situasi dimana kritikan-kritikan seolah datang tidak ada habis-habisnya. Keberhasilan kita melaluinya ternyata bukan cuma soal seberapa tinggi intelegensi yang kita miliki. Namun juga seberapa bisa kita menerima “pukulan-pukulan” yang datang, mengelola dan menjadikannya energi untuk belajar lebih baik lagi. So let’s learn to take a punch!

(Coretan Lepas yang tidak jelas sambil menunggu flu reda, Kanazawa 201115)