Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

9 Juli Kesembilan...

"Apakah kau masih akan berkata, kudengar derap jantungmu, kita begitu berbeda dalam semua kecuali dalam cinta?” ~ Gie

Untuk istriku

Tahun lalu aku mengenang hari jadi perkawinan kita dengan sangat menggelikan. Mengingatnya terasa sangat memalukan. Ya, hari itu adalah hari yang tadinya kuanggap bersejarah. Seorang presiden baru terpilih untuk republik ini. Aku menulis-nulis untukmu, tapi entahlah, aku jadi tak bisa membedakan apakah hari itu aku bahagia karena presiden itu ataukah karena mengingat hari ulang tahun pernikahan kita. Hingga akhirnya aku sadar, kau, dua bocah kecil itu adalah anugerah terbesar bagiku lebih dari siapa pun presiden yang terpilih hari itu.

Dan membaca potongan puisi Gie diatas, aku jadi merenung. Mungkinkah dua orang yang ditakdirkan saling mencintai adalah dua orang yang pada dasarnya tak sama. Seperti kita yang ditakdirkan terus belajar berdamai dengan perbedaan-perbedaan yang muncul. Menjadikannya bunga-bunga yang menghiasi perjalanan hidup kita. Menjadikan kita terus berikhtiar untuk saling mengisi kekurangan masing-masing. Hal yang berbeda tak boleh jadi duri katamu, kalau pun dia berduri bagusnya kita belikan vas agar bisa jadi tanaman hias di sudut taman.

Tentu saja 9 tahun perjalanan ini tidaklah mudah, dan belum juga menjadi mudah. Tuhan masih punya rencana misterius menempatkan jarak diantara kita. Tapi apalah kita dihadapan penguasa takdir. Bukankah kita cuma pengelana yang berjalan dari satu takdir ke takdir lainnya.

Sungguh aku pun merindukan pagi dimana hal pertama yang kulihat adalah senyummu dan juga senyum bocah-bocah itu. Bercengkrama dengan mereka, denganmu, membaca koran sambil menyesap kopi panas pertama pagi itu sebelum kita mulai menjalani hari demi hari dalam kehidupan kita.

Dan di negeri yang jauh ini, bayangan tentang itu akan selalu hidup. Kau, anak-anak kita, adalah energi yang membuatku tetap bisa melalui hari-hari yang kadang teramat sunyi. Tapi aku tidak ingin bertanya seperti Gie dalam bait lain puisinya. Aku tidak akan memintamu hadir untuk sekedar membuatkanku susu sebelum tidur, atau hanya sekedar membetulkan letak leher kemejaku. Mendengar cerita tentang pasien-pasienmu yang perlahan pulih dari sakit mereka itu sudah sangat membahagiakan. Apa lagi yang lebih baik dari kehidupan kita jika tidak untuk berkhidmat pada kehidupan yang lain?

12.43 tengah malam. Ya hari ini tepat 9 tahun perjalanan itu. Aku ingin mengenangnya dengan mencoba bersimpuh di hadapan-Nya, mengucapkan terima kasih atas segala anugerah yang telah dihadirkan dalam hidup kita. Apalah kita jika bukan DIA yang menjaga kita tetap ada. Menguatkan jiwa kita untuk terus berjalan. Aku percaya di ujung sana kau pun tengah berbincang dengan-Nya dalam tahajudmu. Selipkan aku juga dalam doa panjangmu. Dan semoga DIA tetap menjaga cinta kita.

(Kanazawa, 9/7/15)