Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Mahasiswa Hebat FKUH

Apa sih syarat agar bisa "melewati" proses pendidikan di fakultas kedokteran? Pertanyaan menarik. Pertama, anda harus cerdas. Itu pasti. Mereka yang masuk fakultas ini adalah orang-orang yang telah melalui saringan yang begitu ketat melalui ujian UMPTN. Ada juga beberapa yang lewat jalur bebas test.

Tapi cukupkah? Saya jadi teringat beberapa senior dan kawan dulu yang mengajarkan bahwa "pintar" tidaklah cukup, kreatif dan punya mental petarung nampaknya diperlukan lebih lagi.

Mungkin ada yang masih mengingat kanda Limpah Kurnia '97. Senior yang lucu. Beliau saya kira satu-satunya mahasiswa yang pernah terlambat kuliah bedah Prof. John Pieters namun tidak diusir. Gila kan, padahal semua mahasiswa saat itu tahu, kalau masuk kuliah dan anda dibelakang Prof. John saat masuk ke dalam LT.5, mending ndak usah masuk dah, anda pasti akan diusir. Btw, kalau generasi sekarang tidak tahu Prof. John Pieters, beliau dulu adalah salah satu mahaguru bedah di Unhas bahkan di Indonesia. Kata-katanya saat itu bukan lagi perintah tapi sabda, tak ada yang berani menyanggahnya.

Tapi kanda Limpah berbeda, dia terlambat, semua orang tegang melihatnya karena dia tetap masuk. Prof. John pun berhenti bicara dan menatapnya tajam. Dan yang dilakukan kak Limpah ini mengejutkan, dia mendekati Prof. John, memegang tangannya, lalu mencium tangan beliau, sambil mengucapkan selamat pagi. Ekspresi Prof. John saat itu bingung sejenak tapi tak bisa marah, akhirnya beliau membiarkan kak Limpah duduk, dan melanjutkan kuliahnya. Hahahaha.

Cerita senior ini bukan hanya soal ini saja, kebetulan kami sama-sama tinggal di asrama Medika. Beliau secara tidak langsung mengajarkan bagaimana sih cara bertahan hidup. Ada beberapa mahasiswa kedokteran saat itu yang memang secara finansial agak berkekurangan hingga kadang dibebaskan dari iuran Asrama. Salah satunya kak Limpah ini yang kebetulan perantau dari Jawa.

Mungkin tidak pernah ada yang membayangkan ada mahasiswa kedokteran Unhas yang minjam vespa butut seniornya untuk ngojek subuh-subuh, menunggu bus-bus daerah datang di pintu 2, lalu mengantar penumpangnya ke pondokan. Saat itu ojek belum dikenal. Saking tuanya vespa itu, kadang-kadang lebih sering mogok di jalan. Lalu senior ini juga jualan minyak tanah bahkan banyak lagi barang yang lain. Asrama kadang penuh dengan dagangan beliau. Sempat juga jadi detailer obat, sehingga saat saya koas, saya pernah kaget, lah ini detailer obat kok kayak saya kenal.

Terakhir saya ketemu beliau saat masih di Eijkman dan mengambil master di UI, ada seorang dokter dengan jas putih, agak tambun sedang menunggu fotokopian di dekat Parasitologi. Kayaknya saya kenal. Eh kak Limpah, dia ternyata sedang bersekolah juga disana, mengambil spesialisasi bedah plastik. Ah keren sekali senior itu, tidak nyangka.

Dan ada satu lagi yang hendak saya tulis-tulis dengan penuh takzim soal "petarung" ini, kawan angkatan saya, Wahyudi. Kami memanggilnya "Tipis" dari dulu karena memang ceking dengan logat Makassar yang khas. Beliau teramat mudah dikenali dari jauh, sering datang kuliah dengan jeans butut dan baju kaos. Kami sama-sama di HMI, TBM plus dia juga wartawan Sinovia.

Saya akhirnya paham bahwa hidupnya saat itu sangat keras. Sebelum kuliah dan saat kuliah dia sempat berjualan asongan di pasar sentral atau ngamen di losari untuk ikut menghidupi dirinya. Jadi kalau dia lama tidak datang kuliah, tidak kelihatan di kampus berarti dia lagi sibuk "mencari nafkah". Apalagi kalau mau dekat-dekat bayar SPP. Bagian terbaik berteman dengan beliau, kalau saat itu kita jalan sekitaran karebosi, sentral, tinggal bilang temannya ka' Yudi, aman sudah.

Sekarang kawan luar biasa ini hampir menyelesaikan pendidikan bedah saraf-nya di Fakultas Kedokteran UNAIR. Isterinya baru saja menyelesaikan spesialis jantung dari kampus yang sama beberapa saat yang lalu. Dan yang paling penting dia tidak "tipis" lagi sekarang.

Jadi bagi adik-adik yang sekarang kuliah kedokteran dan menemukan kesulitan, saya kira dua contoh senior ini bisalah digunakan untuk jadi cermin. Apa yang mereka alami dulu mungkin jauh lebih sulit lagi dan mereka bisa melaluinya, bahkan tidak membuat mereka berhenti mengejar puncak tertinggi cita-citanya. Kalaupun ada yang serupa mereka sekarang, tidak perlu malu. Anak Unhas adalah petarung. Saya menulis kisah ini karena paling dekat, saya kira banyak mungkin kawan-kawan dan senior lain yang punya kisah yang sama hebatnya. Salam hormat buat mereka.