Sudah
lama saya tidak menulis-nulis serius. Bingung mau nulis-nulis apa.
Hingga saat lihat-lihat wall facebook hari ini, wah kak Fadlan ulang
tahun. Tak penting yang keberapa, yang paling penting bahwa ini berarti
beliau menjadi semakin matang, semakin siap jadi generasi penerus bangsa
ini. Saya dengar-dengar sekarang malah sudah merantau ke jantung
republik ini, wara-wiri sekitar Manggarai, Menteng dan Kalibata. Tapi
saya kira langkah kaki beliau tidak sependek itu. Pasti telah jauh lebih
dalam lagi, pelosok jakarta pasti telah tuntas dia jelajahi, minimal untuk jaga klinik 24 jam. Kalau tidak pernah jaga klinik 24 jam di Jakarta
berarti belum sah sebagai dokter yang transmigrasi ke Jakarta. Memang
merantau ke Jakarta piknik apa. Ini persis seperti ajaran mas Charles
Darwin, "Struggle for survival".
Lalu apa hubungannya ulang tahun beliau dengan Astyanax mexicanus.
Sebetulnya untuk memberi efek serius saja untuk tulisan ini dengan
mencari dua hal yang muskyl untuk bertemu namun berusaha tetap
dihubungkan. Astyanax mexicanus, itu nama ikan saudara-saudara.
Pertama kali saya mendengarnya justeru dari serial keren, The
Blacklist. Kalau ada yang belum pernah nonton serial ini, jangan-jangan
tontonannya cuma sebangsa "Ganteng-ganteng serigala" kali ya. Tidak usah
dijelaskan lagi ya, pokoknya serialnya keren. Sama kerennya dengan dr.
House, CSI dan satu lagi serial korea, "Its okay, thats love". Loh kok
ada serial koreanya, tapi serius ini keren juga, kisah cinta seorang
penulis dan seorang dokter jiwa yang manis tapi galak.
Kembali ke soal Astyanax mexicanus.
Kita tidak sedang ingin membahas serial TV diatas. Ini nama latin dari
satu spesies ikan yang hidup di gua-gua Mexico. Mereka ditemukan hidup
dalam kegelapan abadi. Spesies yang sangat mencengangkan para ilmuwan
yang menemukannya karena ikan ini, buta. Bahkan bukan saja buta, mereka
malah tidak memiliki mata. Organ mata dari ikan-ikan ini mengalami
regresi dalam proses evolusi sehingga ya itu mereka jadi (mungkin)
satu-satunya vertebrata tanpa mata yang hidup tidak di laut dalam. Dan
itu sangat berbeda dengan saudara-saudaranya yang hidup di
permukaan, yang sama persis morfologi dan susunan DNA-nya.
Jadi
serius ya, tapi menarik kok bisa ya ada hewan tak punya mata. Kok bisa
ikan yang hidup dalam gua itu buta padahal yang hidup di permukaan tidak?
Ikan ini pernah dijadikan alasan bahwa evolusi adalah teori yang salah.
Kan harusnya makhluk hidup berkembang menyempurna, dari organisme
sederhana ke organisme kompleks. Masak iya ada organisme malah jadi
cacat, kehilangan penglihatan. Sama persis dengan soal ketampanan para
aktivis mahasiswa di FK, seperti ikan ini mengalami "devolusi". Diisi
oleh banyak orang tampan di zaman saya dan sebelumnya, akhinya berhenti
di zaman dr. Tasrif, bahkan mungkin beliau pun tak layak dimasukkan
dalam pohon silsilah evolusi ketampanan itu. Nah kalau Tasrif saja
diragukan berarti tak usahlah dibahas kayak Celling, Ukki, Halik, Ardi,
Uci, Irga, Arif Cappo atau generasi dibawahnya. Ya bolehlah Daus
dimasukkan sebagai contoh anomali, penyelamat generasinya. Sekedar
bocoran, kadar ketampanan juga ditentukan dari tim mana yang didukung
ya. Dan saya kira untuk ukuran ketampanan lahir dan batin, biasanya
dimiliki oleh fans Arsenal.
Kita kembali ke soal ikan buta
diatas. Benarkah teori evolusi salah sehingga ada ikan yang malah jadi
seperti punya "kekurangan". Satu kata kunci yang harus diingat, bahwa
evolusi adalah soal bagaimana suatu organisme beradaptasi dengan
lingkungannya agar mereka survive. Mereka akan mengembangkan karakter
yang membuat mereka bisa bertahan dan mungkin perlahan-lahan membuang
karakter lain yang malah menyusahkan di lingkungan itu. Seperti, apa
gunanya sih punya mata kalau hidupnya dalam kegelapan. Dan ya, si ikan
keren ini akhirnya berevolusi perlahan-lahan, kehilangan penglihatan dan
mengembangkan kemampuan lainnya yakni indra perasa yang berada di
sisi tubuhnya (Lateral lines) yang sangat peka terhadap
perubahan tekanan dalam air. Selain itu tak memiliki mata ternyata cukup
signifikan bagi mereka untuk menghemat energi dengan mengatur
metabolismenya.Hal-hal itu ternyata lebih mereka butuhkan untuk bertahan ketimbang punya mata di tengah dunia yang memang tak punya cahaya.
Baiklah, kita cukupkan bagian cerita serius tentang ikan Astyanax mexicanus
ini. Bagus juga ya namanya untuk anak perempuan. Kalau ada yang
penasaran, di browsing sendiri. Kalau mau kelihatan cerdas, coba inbox
nanti saya kirimi papernya. Mari kita tinggalkan dulu itu. Jadi apa
pesannya untuk Fadlan juga adek-adeknya di kampus seperti Akbar Kapita,
Hafiz, Eful dan lainnya. Belajarlah dari ikan Astyanax ini, belajarlah
dari kakak Fadlan-mu. Saya menduga ada yang awet dari Fadlan dan
adek-adeknya diatas, status Jomblonya. Ingat prinsip evolusi, sesuatu
yang dibiarkan tidak terpakai dalam jangka waktu lama akan juga
mengalami regresi, seperti Ikan Astyanax diatas.
Loh,
kok bisa. Saya curiga ini ya, semacam teori, jangan-jangan cowok-cowok
tampan macam Fadlan, Akbar, Hafiz, Eful juga kakak-kakaknya, Uci, Halik
dan Ardi pura-pura sibuk mengurus negara dan orang banyak karena mereka
tidak tahu caranya mengurus hati seorang perempuan. Jomblo kok dijadikan
seperti warisan UNESCO. Awet dan turun temurun. Nubuat Karl Marx seolah
jadi benar ya, sejarah memang kadang selalu berulang utamanya soal
Jomblo ini. Entah itu pada akhirnya jadi tragedi atau malah jadi
lelucon. Tak ada sedikitpun usaha untuk pura-pura misalnya sudah punya
pacar, tunangan atau minimal bilang kek, tenang saja di kampung "ajiku"
sudah punya calon. Sebagai kakak, saya agak sedikit khawatir karena di
usia seperti kalian minimal saya dulu sudah punya orang yang bisa diaku
sebagai sepupu.
Saya kira ini diperparah dengan tetap
menyimpan kebiasaan-kebiasaan lama agar dibilang romantis. Warisan para
senior yang harus ditinggalkan sebenarnya. Kalau dulu ada Irga yang
caranya dekati adik-adik mahaisiwi dengan ngajar bikin "email". Ternyata
pendekatan generasi dibawahnya tak berebda jauh. Ambil contoh Akbar
Kapita atau William Gunawan yang sering memposting koleksi bukunya. Saya
kira itu bukan untuk disebut cerdas, mereka ingin disebut romantis.
Tapi rasanya susah mencari perempuan yang masih akan terpikat dengan
bacaan ala Pramoedya Ananta Toer, bacaan postmodernisme atau tentang islam inklusif. Sudah bukan zamannya, kecuali kalau targetnya adalah
ingin memikat pustakawan. Coba sekali-sekali posting bacaan seperti
koleksi Annida atau novel-novelnya Asma Nadia, wah pasti nilai
romantisnya terkatrol 200 kali lipat. Atau jangan terus-terusan pasang
foto profile lagi orasi, lagi demo. Coba deh sesekali masak atau nanam
bunga, pasti auranya beda.
Ah, sudah malam. Kanazawa sudah
jam 1.51 menit. Sembilan menit lagi saya harus siap-siap tidur. Biasa
anak sekolah yang harus belajar hidup teratur, tidur harus pas jam 2
teng. Mudah-mudahan tulisan-tulisan ini bisa menggugah kalian. Akhirnya
selamat Ulang Tahun kak Fadlan. Seberapa banyak pun yang mengucapkan
selamat, saya kira tak sebanding jika ada seorang perempuan bersuara
halus diujung telpon seberang sana yang mengucapkan itu dengan kata-kata
penuh harap cemas, kapan kak Fadlan mengutarakan perasaannya. Kalau
belum ada, mudah-mudahan ulang tahun berikutnya, kalau ulang tahun
berikutnya lagi belum ada, mungkin harus nunggu saya pulang dari jepang
ke kampus lagi kali ya. Yang penting jangan sampai menunggu ada yang
regresi. Hehehehe. Tetap sehat, panjang umur dan tampan untuk semuanya,
salam dari Kanazawa.
(Tulisan serius no 01, Kanazawa 160515)