Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Catatan hari ini: Ketika Dokter Bicara Politik

Hari ini karena sedikit agak jenuh, saya iseng memposting soal presiden di facebook. Alhasil, hilir mudiklah segala macam komentar di bawahnya yang sebagian besar bernada kecaman, kritik, protes dan makian bagi pak presiden. Sesuatu yang telah saya prediksi sebelumnya. Dan silang pendapat atau mari sebut tepatnya diskusi ternyata berlanjut dari pagi hingga siang, bahkan bermigrasi ke status dua orang kawan yang lain.

Ternyata mudah membuat facebook jadi ramai, walau dengan resiko di "bully" habis-habisan sebagai pendukung presiden terpilih ini pada pilpres yang lalu. Sebelumnya saya sudah pernah mengatakan pada seorang kawan bahwa saya mau berhenti bicara soal presiden ah. Selain agak kecewa dengan beberapa kebijakan politik presiden, postingan soal presiden kadang tak pelak memantik diskusi yang keras dan terbawa sampai pada level personal dan emosional. Masak iya gara-gara pilihan politik yang berbeda, orang jadi tidak berkawan lagi, di delete dari pertemanan, lalu terbentuk kelompok kita yang reformis karena selalu mengkritik kebijakan pemerintahan ini dan mereka penganut status quo, antek pemerintahan tak becus ini. Hihihi.

Saya kadang cemburu pada Sukarno, Hatta, Sjahrir dan Tan Malaka. "Founding father" yang punya ideologi politik yang sangat berseberangan tapi mereka tetap berkawan, sekeras apa pun pertentangan diantara mereka. Untuk yang satu ini, jangan contoh Megawati yang betah sekali musuhan dengan SBY hingga bertahun-tahun. Saya harus mengaku salut pada pak Prabowo, kekalahannya di pilpres kemarin tidak menjadikannya tidak mau berjumpa dan berbincang-bincang dengan Jokowi sebagai presiden terpilih, bahkan selalu memberi hormat ala militer. Sungguh sebuah sikap kesatria yang dipertunjukkan oleh beliau.

Pekan lalu, di Kanazawa, saya kedatangan tamu penting dari Hiroshima, calon dokter ortho yang baik dan dia punya sikap politik yang berbeda. Dulu dia salah satu fans garis keras Garuda Merah. Kadang kami diskusi panjang lebar soal apa sih yang terjadi dengan pemerintahan ini sekarang. Diskusi pengantar tidur berbekal bacaan di media online, video di youtube dan streaming siaran TV dari Indonesia. Saya sepakat bahwa memang ada yang keliru, kalau tidak dikatakan salah dari pemerintahan ini. Untuk saya pribadi adalah soal pelemahan KPK.

Namun menariknya kawan saya ini pun terlepas dari segala kritik dan kecamannya pada "rezim" ini, dia juga mengapresiasi beberapa kebijakan pemerintah utamanya dalam pembangunan infrastruktur: pembangunan tol lintas sumatera, kereta api trans kalimantan, pelabuhan dan bandar udara baru,  serta satu lagi dia sangat mengapresiasi  kebijakan moneter pemerintahan ini. Ah, saya tak paham dengan yang terakhir, menurutnya kebijakan moneter pemerintahan ini menyebabkan nilai tukar rupiah akan relatif stabil terfiksasi dikisaran 13.000, nilai aktual rupiah terhadap dollar sehingga rupiah bisa terhindar dari ulah spekulan. Maaf, saya belum paham penjelasannya, jadi bertanya-tanya sama dia, ini calon dokter orthopedi atau mahasiswa ekonomi ya. Hahahaha.

Dan perbincangan hari ini bagi saya rasanya agak luar biasa karena didominasi oleh banyak kawan dokter, sebagian besar dari mereka dokter spesialis atau calon dokter spesialis. Ada internis, bedah saraf, obgyn, bedah tulang, patologi anatomi dan beberapa lainnya dokter umum. Maksud saya, terlepas dari sikap politik mereka, nada komentar dan kritikan mereka, satu hal yang bisa dijadikan pegangan bersama, semuanya mencintai republik ini. Mengecam, mengkritik dengan nada sekeras apa pun bagi saya adalah bukti bahwa mereka tak ingin negeri ini salah urus dan salah jalan.

Nah kenapa karena mereka dokter maka perbincangannya bagi saya menjadi luar biasa. Bayangkan saja, sosok dokter-dokter itu, sudah sibuk teramat ampun, periksa pasien, visite, operasi dan segala macamnya, tapi mereka tetap punya perhatian terhadap apa yang terjadi di sekitarannya. Ini mungkin bukti bahwa dokter bukanlah profesi menara gading yang tak fasih bicara soal ketidakadilan, soal ketidakpantasan, soal kesalahan suatu kebijakan yang bisa memberi efek buruk pada masyarakat banyak. Dan yang membuat saya bahagia, kawan-kawan itu masih muda-muda, ya walaupun saya mungkin cuma lebih muda setahun dua tahun dari mereka.

Menulis-nulis ini, saya jadi ingat ingat perkataan Lee Kuan Yew yang ditulis Gunawan Mohammad dalam catatan pinggirnya. Kata Lee, "Problem saya adalah begitu banyaknya sekarang kesempatan membangun karier, dan bila kita tak membuat bidang politik menawarkan insentif yang lebih menarik, orang-orang terbaik kita akan masuk ke bidang manajemen dan eksekutif [di dunia bisnis]." Akhirnya yang akan mengetuk pintu politik hanyalah "para pemburu karier dengan mutu kelas dua".

Politik bagi beberapa orang adalah tanah berlumpur dan kotor yang harus dihindari, walau semua sadar bahwa banyak dari ihwal kehidupan ditentukan dalam sidang para politisi dan keputusan-keputusan yang mereka buat. Selama ini kita hanya sekadar konsumen dari banyak kebijakan kesehatan yang dibuat oleh para politisi, yang ujung-ujungnya ditentang, dianggap tidak adil, di judicial review, contoh kecilnya mungkin tentang undang-undang pendidkan kedokteran. Dan kawan-kawan itu, saya berharap ada satu dua dari mereka yang terjun ke dunia itu dengan serius, melihat cara mereka berpikir dan bernalar di dunia maya, saya kira mampu lah, mereka bukan pemburu karier dengan mutu kelas dua, seperti kata Lee diatas. Tinggal membumikan diri di tempat mereka hidup agar mendapat kepercayaan dari masyarakat disana.

Ah itu cuma mimpi kecil saya yang lucu. Tapi menarik juga dipikirkan dan direncanakan. Pukul 23.00, saatnya memulai percobaan lagi. Selamat malam sejawat terkasih semuanya. Setelah ini, mungkin saja kita akan tetap bersisian jalan. Tapi apa pun pilihan kita hari-hari ini, kita tetap akan jadi saudara karena ikrar dan sumpah yang sama, sesama pengabdi kemanusiaan. Salam dari Kanazawa.