Hari ini nampaknya saya ingin memperbaharui harapan saya.
Melihat perseteruan antar capres, para pendukungnya, termasuk saya juga sih,
rasanya berharap ada semacam keajaiban. Dan keajaiban itu saya harapkan muncul
dari kawan saya, Abdullah Sanusi. Oh iya, Abdullah Sanusi atau panggilan
kerennya "Dul" adalah dosen muda berbakat dari Fakultas Ekonomi UNHAS
yang sekarang sedang mengejar gelar doktornya di Australia.
Dulu saya pernah berandai-andai dia bisa jadi Rektor UNHAS, nampaknya saya mau berhenti, saya mau lebih besar dari itu, "calon Presiden Republik Indonesia". Syarat pertama yang diajukan pak Amien Rais nampaknya sudah terpenuhi, "Ganteng". Selain itu, beliaupun tak perlu keringat dingin jika ditantang jadi imam atau sekedar mengaji, apalagi dipertanyakan keislamannya. Sebagai lulusan pesantren, saya kira suara beliau tidak hanya merdu saat membaca ayat-ayat suci namun juga fasih cuap-cuap dalam bahasa arab.
Dulu saya pernah berandai-andai dia bisa jadi Rektor UNHAS, nampaknya saya mau berhenti, saya mau lebih besar dari itu, "calon Presiden Republik Indonesia". Syarat pertama yang diajukan pak Amien Rais nampaknya sudah terpenuhi, "Ganteng". Selain itu, beliaupun tak perlu keringat dingin jika ditantang jadi imam atau sekedar mengaji, apalagi dipertanyakan keislamannya. Sebagai lulusan pesantren, saya kira suara beliau tidak hanya merdu saat membaca ayat-ayat suci namun juga fasih cuap-cuap dalam bahasa arab.
Lalu soal nasionalisme? Bersekolah di Inggris untuk
master lalu doktor di Australia, saya kira itu tak membuat nasionalismenya
pudar. Kata kawan saya yang lain, Boge' dan Ahmad, Dul ini adalah teladan
tentang nasionalisme. Bagaimana dia tetap setia dengan nasi dan kopi tubruk
walaupun hidup di negeri yang orang lebih banyak makan roti dan mungkin minum
teh atau soda. Nasionalismenya saya kira bahkan lebih besar dibandingkan orang
yang tinggal dekat dengan tugu proklamasi.
Pesannya pada kami, "Nasionalisme yang baik adalah nasionalisme yang menampik kopi sachet buatan luar negeri, jika disekitar kita bertebaran kopi berkualitas surga, seperti Arabika Toraja, Lampung, Aceh atau Bali". Sederhana, dia sangat mencintai negeri ini dan segala yang tumbuh dan hidup diatasnya, dan untuk itu saya kira termasuk juga kuda-kudanya, ketimbang harus membelinya dari luar negeri.
Pesannya pada kami, "Nasionalisme yang baik adalah nasionalisme yang menampik kopi sachet buatan luar negeri, jika disekitar kita bertebaran kopi berkualitas surga, seperti Arabika Toraja, Lampung, Aceh atau Bali". Sederhana, dia sangat mencintai negeri ini dan segala yang tumbuh dan hidup diatasnya, dan untuk itu saya kira termasuk juga kuda-kudanya, ketimbang harus membelinya dari luar negeri.
Bagaimana dengan soal diskriminasi dan penghargaan
terhadap perbedaan? Saya kira kawan-kawan tidak perlu khawatir. Walaupun
diantara kami kawan-kawannya ada gradasi dalam soal ketampanan, tentu saja
dalam hal ini Gego yang paling tampan, tapi sejauh ini beliau memperlakukan
kami setara. Tidak memperlakukan orang yang lebih muda seperti saya dan kak
Ahmad berbeda, dibandingkan kawan yang lebih sepuh dan sepantaran dengan
dirinya seperti kak Boge', kak Jun dan lainnya.
Dan soal penghargaan terhadap perbedaan ini, saya kira beliau tidak akan sampai mengeluarkan fatwa mengharamkan orang minum jus di warung kopi, walaupun itu agak menggelikan karena sadar ada beberapa orang kawan yang bukannya tidak mampu menghargai kebaikan dalam kopi, mereka hanya tidak mampu berdamai dengan lambung mereka yang mungkin sudah uzur, maaf saya tidak ingin menyebut dokter gigi Ardi disini.
Dan soal penghargaan terhadap perbedaan ini, saya kira beliau tidak akan sampai mengeluarkan fatwa mengharamkan orang minum jus di warung kopi, walaupun itu agak menggelikan karena sadar ada beberapa orang kawan yang bukannya tidak mampu menghargai kebaikan dalam kopi, mereka hanya tidak mampu berdamai dengan lambung mereka yang mungkin sudah uzur, maaf saya tidak ingin menyebut dokter gigi Ardi disini.
Bagaimana dengan kemampuannya berpidato? Pengalamannya
sebagai mantan ketua BEM di Ekonomi dahulu kala dan juga pengalamannya menjadi
penghubung saat melamarkan calon istri seorang kawan yang hampir putus asa tak
juga mendapatkan pendamping, saya kira itu prestasi yang tak terbantahkan. Tak
semua dari kita mempunyai kemampuan meyakinkan orang tua seorang gadis untuk
menyerahkan anaknya diperistri oleh seorang laki-laki asing bukan. Hal itu
butuh keberanian, keteguhan dan juga tutur kata yang pas. Dan saya kira
kemampuan itu menjadi modal penting saat nantinya dia hendak melakukan
diplomasi dengan negara lain. Diplomasi ala lamaran. Jadi bagi rekan-rekan yang
masih jomblo, mungkin bisa mendaftar jadi relawan suapaya bisa sekalian
dicarikan calon istri oleh beliau. Hehehe
Namun ada satu hal yang dicatat, jika pun beliau suatu
ketika bersedia untuk dicalonkan sebagai presiden, saya hanya dengan minta
dengan sangat agar beliau tidak meminta kuda yang sangat besar juga keris di
pinggang untuk parade. Ndak cocok, kalau kuda poni boleh lah, lucu dan
menggemaskan seperti beliau sendiri. Tapi saya kira beliau ini tak perlu lagi
dipoles-poles, toh wajahnya sudah cukup teduh dan menyejukkan. Dengan
melihatnya saja, orang akan trenyuh dan kasihan untuk tidak memilihnya.
Jadi, saya berharap keajaiban itu bisa datang suatu ketika nanti. Keren kan kalau presiden kita dipanggil "Yang mulia, Presiden pak Dul". Tapi karena untuk sekarang beliau belum bisa dicalonkan jadi calon presiden, setidaknya beliau harus bersedia jadi imam mesjid dan kepala RW Perumdos Moncongloe nanti. Baginya itu adalah urusan no 1, memastikan warga kompleksnya sehat sejahtera. Urusan lain, termasuk urusan presiden cukup nomor 2 saja. Maaf kak Dul, ini bukan note untuk membully tuan, ini karena kami rindu sosok sepertimu kata Iwan Fals.
Jadi, saya berharap keajaiban itu bisa datang suatu ketika nanti. Keren kan kalau presiden kita dipanggil "Yang mulia, Presiden pak Dul". Tapi karena untuk sekarang beliau belum bisa dicalonkan jadi calon presiden, setidaknya beliau harus bersedia jadi imam mesjid dan kepala RW Perumdos Moncongloe nanti. Baginya itu adalah urusan no 1, memastikan warga kompleksnya sehat sejahtera. Urusan lain, termasuk urusan presiden cukup nomor 2 saja. Maaf kak Dul, ini bukan note untuk membully tuan, ini karena kami rindu sosok sepertimu kata Iwan Fals.