Latest News
joko hendarto universitas hasanuddin dokter malaria

Dokter UNHAS Alumni Bekasi

“Ting tong, Ting Tong”
Bunyi bel. Lirik jam sambil menguap, jam 03.00 subuh. Waduh, ada pasien “emergency” ini. Nunggu perawat buka pintu klinik sambil registrasi pasien tersebut. Dengan malas-malasan bangun, namun sedikit khawatir, kasus darurat apa ya kali ini, subuh-subuh datang ke klinik.
Tidak berapa lama kemudian, terdengar ketukan di pintu. Si perawat membuka pintu ruang periksa dengan wajah cemberut.
“Pasien apa?”
“Mau suntik KB dok”
Addeeh, subuh-subuh bangunin orang tidur hanya untuk suntik KB, kebelet sekali nampaknya ibu ini. Apa ndak bisa datang saat masih agak siangan atau sorean. Kecuali kalau tidak ingin ketahuan suntik KB nya, biasanya pasien seperti ini pengantarnya tak akan mau masuk ke klinik. Hehehe.
Nah, jika ada kawan-kawan yang punya pengalaman serupa ini, bisa ditebak, pasti pernah jadi dokter jaga klinik 24 jam. Klinik yang menerima segala rupa pasien dengan segala penyakitnya yang unik, walau kadang menjengkelkan, seperti yang datang subuh-subuh hanya untuk suntik KB diatas.
Saya ingin bertanya, apakah ada alumni Posko Rawa Lumbu Bekasi disini? Ya, posko yang dulu memasok dokter yang akan jaga di beberapa klinik 24 jam se-Jabodetabek bahkan sampai ke Anyer. Saya kira masih ada ya sampai sekarang. Posko itu dulu lebih mirip kamp pengungsi, tidak ada tempat tidur, yang ada kasur lipat dimana-mana, koper-koper yang pemiliknya entah hari itu pada jaga dimana, dan jemuran yang tergantung penuh di belakang rumah. Beberapa sudah jamuran ndak tahu siapa yang punya.
Seperti ruang transit, orang datang hanya untuk dua hal, mencuci setelah habis jaga atau melihat ada tidak jadwal klinik yang kosong di papan pengumuman. Beberapa orang agak gila jaganya, 6 hari berturut-turut dan satu hari libur untuk mencuci. Luar biasa sekali. Hehehe.
Namun episode jaga-jaga klinik ini rasanya tak akan terlupakan sepanjang hidup. Akhirnya kesampaian juga melihat Jakarta, ikut irama hidup kaum urban, berdesak-desakan di metromini, KRL untuk jaga di klinik yang jauh, demi sesuap “berlian”. Istilah ini agak lebay, karena terkadang malah cuma dapat klinik yang kurang subur. Uang duduk 100 ribu, setiap pasien 2000 perak, pasiennya syukur-syukur kalau ada 2 atau 3 dalam sehari, apalagi kalau klinik baru, untungnya makan ditanggung.
Bagi sebagian besar kawan-kawan, hidup di posko cuma semacam kerja temporer, sebelum mereka melamar PTT, melamar PNS, melamar sekolah spesialis atau juga mencari kerja di tempat yang lebih mapan seperti di pengeboran minyak lepas pantai, perusahaan atau seperti kawan saya yang dari sana mencari informasi untuk menjadi relawan medis internasional. Ini Jakarta loh peluang apa sih yang tidak ada disini.
Jadi penghuni klinik selalu datang dan pergi, tapi di sini jugalah persaudaraan kita sesama alumni FK UNHAS terpupuk dengan baik. Mereka yang baru datang sedapat mungkin dicarikan tempat jaga sesegera mungkin, setidaknya untuk bertahan hidup disana, mereka tidak boleh ditelantarkan. Kalau perlu dari bandara langsung jaga. Hahaha. Bagian terbaik lainnya dari posko ini, beberapa orang akhirnya menemukan jodohnya di sini.
Dan di klinik 24 jam-an inilah kadang-kadang kita menemukan kasus-kasus yang dulu tak pernah lagi kita temukan saat sekolah. Klinik tempat saya dulu di sekitar Tanah Abang, pasiennya banyak sekali. Suatu ketika saya dapat pasien remaja, anak SMA diantar ibunya, demam katanya. Tapi saat mau periksa, ibunya disuruh menunggu diluar. Aneh.
“Memang keluhannya apa dek”
“Hmmm, tapi dok, jangan bilang-bilang ibu saya ya”
“Saya kalau kencing sakit dok dan ada nanah”
Aduuh, pasien “itu lagi” deh. Cuma mirisnya masih sangat muda sekali. Saya tanya kok bisa kena. Ternyata dia punya pacar orang Afrika yang datang belanja di tanah Abang. Dan ya, kasus GO ini seringkali ada di sekitar tempat ini. Padahal dulu saat saya stase di bagian Kulit dan Kelamin, rasanya tidak pernah saya menemukan kasus serupa ini. Jadi jika ada pasien orang Afrika datang ke klinik, pikiran saya saat itu, wah injeksi-injeksi lagi kita ini. Injeksi antibiotik untuk penyakit ini saat itu tarifnya dibuat mahal, supaya mereka kapok, tapi ternyata tidak. Beberapa bulan berikutnya datang lagi. Haahaha
Ah, jadi kangen ingin menjenguk posko itu. Saya tak lama disana, mungkin cuma sekitar 9 bulanan, pulang setelah keterima PNS. Lumayanlah bisa lihat-lihat Jakarta. Saya kira banyak alumninya sekarang yang sudah pada sukses ya, jadi spesialis, kerja di rumah sakit, punya klinik sendiri, beberapa lagi masih PPDS. Bagus juga ini nanti saat PIB ada reuni alumni “Posko Rawa Lumbu Bekasi”. Sekedar kumpul-kumpul lagi dengan teman-teman seperjuangan dulu yang pernah hidup dan mencari pengalaman di tempat itu. Sempat bisa patungan bikin klinik sendiri jadi adik-adik tidak perlu jaga klinik di tempat orang. Hehehe. Pokoknya sampai ketemu saat reuni nanti.
(Kanazawa, 11216)